Oleh Xmeng,
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam kepada kita. Aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah. Tiada sekutu baginya. Dialah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan aku bersaksi bahawa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepadanya, kepada shahabat dan kepada kerabatnya.
Tak terasa. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, ternyata sudah tiba lagi di penghujung tahun.. Begitulah waktu. Ia berjalan sesuai dengan seperti mana seharusnya. Berlalu sesuai dengan tabiatnya yakni cepat terlewat tanpa terasa dan tidak pernah dapat kembali.
Imam Hasan al-Bashri pernah berkata, "Tidaklah sebuah hari itu berlalu kecuali setiap terbit matahari ada seruan: Hai anak cucu Adam, Aku adalah ciptaan yang baru, aku menjadi saksi atas perbuatanmu, maka berbekallah dariku, kerana sesungguhnya aku, jika telah berlalu, tidak akan kembali sampai datang hari kiamat nanti."
Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna juga mengungkapkan, "Waktu adalah kehidupan. Kehidupan manusia adalah waktu yang dilaluinya dari mulai ia lahir sampai ia meninggal dunia". Kerana itu, menurut Yusuf Qaradhawi, mensia-siakan waktu, walau hanya seperseribu detik sekalipun, sama sama halnya dengan mensia-siakan kehidupan. Bagi seorang muslim sedetik saja ia tidak dapat memanfaatkan waktunya maka ia akan kehilangan sebahagian dari kehidupannya.
Ungkapan bijak itu masih senada dengan hikmah yang dilontarkan Imam Hasan al-Bashri ketika ia mengatakan, "Hai anak cucu adam, sesungguhnya engkau adalah kumpulan dari hari-harimu. Maka setiap kali hari itu berlalu maka berlalu juga sebahagianmu."
Allah SWT dalam Al-Qur'an banyak bersumpah dengan waktu atau masa. Seperti, Demi masa dalam surat Al-'Ashr, Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, Demi waktu malam dan lain-lain. Sebuah sumpah yang dinisbatkan dengan sesuatu menunjukkan bahawa sesuatu itu sangat penting. Tentunya sumpah-sumpah Allah dalam Al-Quran di atas menunjukkan betapa pentingnya masalah waktu.
Dengan cara itu, Allah secara mutlak atau tersirat memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk memperhatikan dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli tafsir (mufasirin), bahawa tujuan Allah swt. bersumpah dengan makhluknya, adalah agar mendapatkan perhatian tentang masalah tersebut dan ditadabburi manfaat apa yang akan dihasilkan darinya.
Rasulullah SAW pun menguatkan dengan bersabda:
"Tidak akan lewat tapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat perkara yakni tentang jatah umurnya yang ia habiskan di dunia, masa mudanya yang telah ia lewatkan, hartanya dari mana didapatkan dan bagaimana dikeluarkan, tentang ilmunya sejauhmana ia amalkan."
(HR. Al-Bazzar dan At-Thabrani).
Dalam riwayat lain Nabi SAW bersabda:
"Seorang yang memiliki akal sihat akan membahagi waktunya menjadi empat bahagian yakni waktu ketika ia bermunajat kepada Rabbnya, waktu ia mengenal/kaji diri (introspect), waktu mentafakkuri ciptaan Allah Swt, dan waktu ia makan dan minum."
Seorang muslim sejati, ketika ia memulai harinya, akan membukanya dengan solat dan ketika ia mengakhirinya akan ia tutup dengan solat pula. Ia membukanya dengan solat subuh dan menutupnya dengan solat Isyak. Tidak ada sedikitpun waktunya terbuang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat kerana ia sedar waktu yang dilaluinya kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Kerananya umat Islam hendaknya janganlah mengikut seperti umat-umat yang lainnya, dimana jika merayakan hari ulang tahunnya, mereka melakukannya dengan hura-hura dan penuh hal-hal yang berlebihan yang sangat boros, apalagi ditambah dengan berbagai kemaksiatan.
Dengan bertambahnya tahun, secara angka usia seorang manusia memang bertambah. Tapi secara peruntukan umur, sebetulnya kesempatan hidupnya makin berkurang. Oleh kerana itu berkurang pula kesempatan yang dia miliki untuk mempersiapkan diri menghadap Allah kelak. Apakah akan dia gunakan untuk beribadah kepada Allah atau justru bermaksiat kepada-Nya. (lihat! Q. S. Al-Insyiqaq: 6).
Dengan demikian, pergantian tahun bagi seorang muslim merupakan momentum untuk bermuhasabah dan merencanakan masa depan selanjutnya layaknya seorang akuntan dalam sebuah perusahaan yang menghitung untung rugi perusahaannya selama satu tahun.
Namun demikian bagi seorang muslim bermuhasabah tidak harus menunggu selama satu tahun kerana sesuai dengan unsure-unsur akidahnya ia akan berusaha untuk bermuhasabah setiap hari dan setiap saat. Umar bin Khattab berkata, "Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab."
Bila telah datang waktu malam Umar RA selalu bertanya, "Apa yang telah aku kerjakan pada hari ini." Dan ia menjadikan kebiasaan itu sebagai muhasabah hariannya. Tidak hanya memuhasabahi amalannya akan tetapi juga merencanakan masa depannya.
Masa depan ini pun, bagi seorang muslim yang paling hakiki adalah kehidupan di akhirat. Masa depan duniawi yang juga harus menjadi cita-citanya hanyalah perantara yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan akhirat.
Dalam menyikapi waktu, Yusuf Qaradhawi menasihatkan tiga hal. Pertama, memandang masa lalu sebagai bahan kajidiri sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, kerana itu berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (Q. S. Ali Imran: 137)
Kedua, merencanakan masa depan. Di antara cirri-ciri (characteristic) masa depan adalah ghaib dan terjadi dengan tiba-tiba walaupun orang-orang mengira kejadiannya akan terjadi beberapa tahun lagi. Firman Allah SWR, "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yag telah diperbuatnya untuk hari esok." (QS. Al Hasyr:18).
Ketiga, lebih memaksimakan diri pada masa sekarang atau yang sedang terjadi, Rasulullah SAW bersabda: "Seandainya akan tiba hari kiamat dan di tangan kalian terdapat bibit korma, maka bila kamu sanggup sebelum datangnya kiamat untuk menanamnya maka tanamlah."
Ertinya dalam beramal soleh setiap muslim harus maksima dalam melaksanakan pekerjaannya. Ia juga harus sentiasa optimis kerana setiap amalnya itu akan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah. Sekalipun menurut hitungan manusiawi hasil pekerjaannya akan hancur lantaran sebentar lagi akan datang kiamat, minima ia sudah mendapatkan kebaikan lantaran telah memanfaatkan waktu untuk berbuat baik.
Oleh kerana itu wahai kaum muslimin, marilah kita bersama-sama untuk merenungkan kehidupan ini, merenungkan usia kita masing-masing. Sudah siapkah bekal yang telah kita persiapkan untuk menghadapi kehidupan esok yang lebih cerah. Semoga Allah sentiasa memberikan pertolongan kepada kita, untuk selalu ingat dan bersyukur kepadanya, amin.
Sumber: Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia http://www.alislam.or.id
TiDaK DiNaMaKaN HiDuP JiKa TiDaK aDa KeKuSuTaN. TiDaK DiNaMaKaN KeMaTaNgaN JiKa TiDaK aDa KeKaLuTaN.
Tak terasa. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, ternyata sudah tiba lagi di penghujung tahun.. Begitulah waktu. Ia berjalan sesuai dengan seperti mana seharusnya. Berlalu sesuai dengan tabiatnya yakni cepat terlewat tanpa terasa dan tidak pernah dapat kembali.
Imam Hasan al-Bashri pernah berkata, "Tidaklah sebuah hari itu berlalu kecuali setiap terbit matahari ada seruan: Hai anak cucu Adam, Aku adalah ciptaan yang baru, aku menjadi saksi atas perbuatanmu, maka berbekallah dariku, kerana sesungguhnya aku, jika telah berlalu, tidak akan kembali sampai datang hari kiamat nanti."
Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna juga mengungkapkan, "Waktu adalah kehidupan. Kehidupan manusia adalah waktu yang dilaluinya dari mulai ia lahir sampai ia meninggal dunia". Kerana itu, menurut Yusuf Qaradhawi, mensia-siakan waktu, walau hanya seperseribu detik sekalipun, sama sama halnya dengan mensia-siakan kehidupan. Bagi seorang muslim sedetik saja ia tidak dapat memanfaatkan waktunya maka ia akan kehilangan sebahagian dari kehidupannya.
Ungkapan bijak itu masih senada dengan hikmah yang dilontarkan Imam Hasan al-Bashri ketika ia mengatakan, "Hai anak cucu adam, sesungguhnya engkau adalah kumpulan dari hari-harimu. Maka setiap kali hari itu berlalu maka berlalu juga sebahagianmu."
Allah SWT dalam Al-Qur'an banyak bersumpah dengan waktu atau masa. Seperti, Demi masa dalam surat Al-'Ashr, Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, Demi waktu malam dan lain-lain. Sebuah sumpah yang dinisbatkan dengan sesuatu menunjukkan bahawa sesuatu itu sangat penting. Tentunya sumpah-sumpah Allah dalam Al-Quran di atas menunjukkan betapa pentingnya masalah waktu.
Dengan cara itu, Allah secara mutlak atau tersirat memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk memperhatikan dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli tafsir (mufasirin), bahawa tujuan Allah swt. bersumpah dengan makhluknya, adalah agar mendapatkan perhatian tentang masalah tersebut dan ditadabburi manfaat apa yang akan dihasilkan darinya.
Rasulullah SAW pun menguatkan dengan bersabda:
"Tidak akan lewat tapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat perkara yakni tentang jatah umurnya yang ia habiskan di dunia, masa mudanya yang telah ia lewatkan, hartanya dari mana didapatkan dan bagaimana dikeluarkan, tentang ilmunya sejauhmana ia amalkan."
(HR. Al-Bazzar dan At-Thabrani).
Dalam riwayat lain Nabi SAW bersabda:
"Seorang yang memiliki akal sihat akan membahagi waktunya menjadi empat bahagian yakni waktu ketika ia bermunajat kepada Rabbnya, waktu ia mengenal/kaji diri (introspect), waktu mentafakkuri ciptaan Allah Swt, dan waktu ia makan dan minum."
Seorang muslim sejati, ketika ia memulai harinya, akan membukanya dengan solat dan ketika ia mengakhirinya akan ia tutup dengan solat pula. Ia membukanya dengan solat subuh dan menutupnya dengan solat Isyak. Tidak ada sedikitpun waktunya terbuang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat kerana ia sedar waktu yang dilaluinya kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Kerananya umat Islam hendaknya janganlah mengikut seperti umat-umat yang lainnya, dimana jika merayakan hari ulang tahunnya, mereka melakukannya dengan hura-hura dan penuh hal-hal yang berlebihan yang sangat boros, apalagi ditambah dengan berbagai kemaksiatan.
Dengan bertambahnya tahun, secara angka usia seorang manusia memang bertambah. Tapi secara peruntukan umur, sebetulnya kesempatan hidupnya makin berkurang. Oleh kerana itu berkurang pula kesempatan yang dia miliki untuk mempersiapkan diri menghadap Allah kelak. Apakah akan dia gunakan untuk beribadah kepada Allah atau justru bermaksiat kepada-Nya. (lihat! Q. S. Al-Insyiqaq: 6).
Dengan demikian, pergantian tahun bagi seorang muslim merupakan momentum untuk bermuhasabah dan merencanakan masa depan selanjutnya layaknya seorang akuntan dalam sebuah perusahaan yang menghitung untung rugi perusahaannya selama satu tahun.
Namun demikian bagi seorang muslim bermuhasabah tidak harus menunggu selama satu tahun kerana sesuai dengan unsure-unsur akidahnya ia akan berusaha untuk bermuhasabah setiap hari dan setiap saat. Umar bin Khattab berkata, "Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab."
Bila telah datang waktu malam Umar RA selalu bertanya, "Apa yang telah aku kerjakan pada hari ini." Dan ia menjadikan kebiasaan itu sebagai muhasabah hariannya. Tidak hanya memuhasabahi amalannya akan tetapi juga merencanakan masa depannya.
Masa depan ini pun, bagi seorang muslim yang paling hakiki adalah kehidupan di akhirat. Masa depan duniawi yang juga harus menjadi cita-citanya hanyalah perantara yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan akhirat.
Dalam menyikapi waktu, Yusuf Qaradhawi menasihatkan tiga hal. Pertama, memandang masa lalu sebagai bahan kajidiri sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, kerana itu berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (Q. S. Ali Imran: 137)
Kedua, merencanakan masa depan. Di antara cirri-ciri (characteristic) masa depan adalah ghaib dan terjadi dengan tiba-tiba walaupun orang-orang mengira kejadiannya akan terjadi beberapa tahun lagi. Firman Allah SWR, "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yag telah diperbuatnya untuk hari esok." (QS. Al Hasyr:18).
Ketiga, lebih memaksimakan diri pada masa sekarang atau yang sedang terjadi, Rasulullah SAW bersabda: "Seandainya akan tiba hari kiamat dan di tangan kalian terdapat bibit korma, maka bila kamu sanggup sebelum datangnya kiamat untuk menanamnya maka tanamlah."
Ertinya dalam beramal soleh setiap muslim harus maksima dalam melaksanakan pekerjaannya. Ia juga harus sentiasa optimis kerana setiap amalnya itu akan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah. Sekalipun menurut hitungan manusiawi hasil pekerjaannya akan hancur lantaran sebentar lagi akan datang kiamat, minima ia sudah mendapatkan kebaikan lantaran telah memanfaatkan waktu untuk berbuat baik.
Oleh kerana itu wahai kaum muslimin, marilah kita bersama-sama untuk merenungkan kehidupan ini, merenungkan usia kita masing-masing. Sudah siapkah bekal yang telah kita persiapkan untuk menghadapi kehidupan esok yang lebih cerah. Semoga Allah sentiasa memberikan pertolongan kepada kita, untuk selalu ingat dan bersyukur kepadanya, amin.
Sumber: Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia http://www.alislam.or.id
TiDaK DiNaMaKaN HiDuP JiKa TiDaK aDa KeKuSuTaN. TiDaK DiNaMaKaN KeMaTaNgaN JiKa TiDaK aDa KeKaLuTaN.
No comments:
Post a Comment